Halaman

Selasa, 16 Agustus 2011

Penanganan

Sebelum menjalani terapi atau program-program apapun, ada baik nya dilakukan evaluasi psikologis pada anak terlebih dahulu. Tindakan ini untuk memahami kepribadian anak, trauma yang dialami, dan dampak dari trauma tersebut pada dirinya. Evaluasi juga dapat membantu terapis untuk memahami berbagai risiko tambahan dan menemukan kekuatan dari klien. Jika terapi diisyaratkan sebagai proses yang harus dijalani oleh anak, maka perlu konsultasi dengan terapis yang benar-benar berpengalaman dengan kasus anak-anak (bukan dewasa). Hal ini harus sangat diperhatikan karena proses evaluasi dapat dialami sebagai proses yang sangat berat dan dapat menimbulkan trauma sekunder. Setelah dilakukan evaluasi ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita PTSD yaitu, dengan menggunakan psikoterapi dan farmakoterapi. Hasil pengobatan akan lebih efektif jika kedua terapi ini dikombinasikan sehingga tercapai penanganan yang holistik dan komprehensif.

1.      Psikoterapi
Ø  Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Menurut penelitian Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan pendekatan yang paling efektif dalam mengobati anak dengan PTSD. Dalam Cognitive Behavioral Therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak rasional yang mengganggu emosi dan menganggu kegiatan-kegiatan penderita PTSD misalnya, pada seorang anak korban kejahatan mungkin akan menyalahkan diri sendiri karena ketidakhati- hatiannya. Prinsip-prinsip behavioral therapy digunakan untuk modifikasi perilaku dan prosesr e-lear ning. Tujuan terapi ini adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk membantu mencapai emosi yang lebih seimbang.

Ø  EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing)
EMDR adalah sebuah pendekatan psikoterapi yang bertumpu pada model pemrosesan informasi di dalam otak. Jaringan memori dilihat sebagai landasan yang mendasari patologi sekaligus kesehatan mental, karena jaringan-jaringan memori adalah dasar dari persepsi, sikap dan perilaku kita.Untuk memproses kembali informasi di dalam otak/jaringan memori yang telah ada, EMDR dijalankan dengan melakukan kegiatan fisik yang merangsang aktivasi pemrosesan informasi di dalam otak (dalam konteks EMDR disebut sebagai stimulasi bilateral) melalui indra pengelihatan/pendengaran/perabaan.

Ø  Playtherapy
Playtherapy merupakan cara yang dapat digunakan untuk mengobati PTSD pada anak periode awal / young children. Pada terapi ini bertujuan untuk memahami trauma anak dan memberikan medium untuk berekspresi dalam mengurangi tekanan emosional ynag dialami. Bermain peran, menggambar, bermain dengan boneka atau benda-benda figural dapat dijadikan cara untuk menyesuaikan diri dan memberi kesempatan pada terapis untuk melakukanre-exposure yaitu, membahas peristiwa traumatiknya dalam situasi yang mendukung.
Para ahli juga menyarankan perlunya psikoedukasi pada anak dan keluarganya. Psikoedukasi dimaksudkan memberi pendidikan mengenai gejala- gejala yang ditunjukkan anak dan cara- cara untuk mengatasinya terutama untuk membantu anak mengatasi kecemasannya. Psikoedukasi untuk anggota keluarga terutama orangtua dan pengasuh (termasuk guru) penting karena mereka yang setiap saat berada di dekat anak tersebut. Pengetahuan mereka mengenai reaksi psikotraumatik dan gejala-gejala perilakunya akan mebantu mereka untuk berfungsi efektif dalam menghadapi anak yang sedang bermasalah tanpa memperparah kondisi anak tersebut.
2.      Farmakoterapi
Farmakoterapi merupakan terapi dengan menggunakan obat-obatan. Terapi ini diperlukan untuk menstabilkan zat-zat di otak yang menyebabkan kecemasan, kekhawatiran, dan depresi atau dengan kata lain merupakan terapi simptomatik pada PTSD. Terapi obat ini bukanlah lini pertama dalam penanganan PTSD tetapi dapat dijadikan sebagai pendukung (adjuvan) psikoterapi agar tercapai hasil yang optimal dalam menangani kasus PTSD. Beberapa jenis obat dapat membantu mengatasi PTSD:
1)      Antipsikotik. Untuk mengurangi kecemasan yang parah, susah tidur dan ledakan     emosional.
2)  Antidepresan. Untuk mengatasi gejala depresi dan kecemasan. Dapat juga membantu mengatasi masalah susah tidur dan meningkatkan konsentrasi.
3)      Anti kecemasan. Obat ini juga dapat mengobati perasaan cemas dan stres.
4)   Prazosin. Obat ini telah digunakan selama bertahun-tahun dalam pengobatan hipertensi. Meskipun obat ini tidak secara khusus disetujui untuk pengobatan PTSD, prazosin dapat mengurangi atau menekan mimpi buruk pada banyak penderita PTSD

Ø  Selective seotonin reuptak inhibitors (SSRIs)
SSRIs merupakan obat lini pertama dalam mengatasi gejala cemas, depresi, perilaku menghindar, dan pikiran yang intrusif (mengganggu). Obat ini meningkatkan jumah serotonin dengan cara menginhibisi reuptake serotonin diotak. Obat golongan SSRIs yang disetujui oleh FDA dalam mengatasi gejala depresi pada anak PTSD yakni, Fluoxetine (Prozac). Obat ini digunakan untuk anak usia lebih dari 8 tahun dengan dosis awal 10 mg/ hari selama satu minggu kemudian dapat ditingkatkan sampai 20 mg/hari dan diberikan secara perorang.

Ø  Beta adrenergic blocking agents
Obat yang digunakan golongan ini yakni, Propanolol (Inderal). Obat i ni dapat mengatasi gejala hiperarousal. Dosis untuk anak-anak : 2,5 mg/kg BB/hari.

Ø  Mood stabilizers
Golongan ini dapat membantu mengatasi gejala arousal yang meninggi dan gejala impulsif.
Dosis Carbamazepine (Tegretol) :
ü 6-12 tahun: 100mg/hari peroral untuk initial lalu dapat dinaikkan hingga 100mg/hari, untuk dosis maintenance; 20-30 mg/kg/hari.
ü >12 tahun: samapai kadar di plasma 8-12mcg/ml.
Dosis valporic acid (Depakene, depakote) : 10-15 mg/kg/hari untuk dosis initial dan kemudian dapat ditingkatkan 5-10mg/kg/hari.
3.       Debriefing
Debriefing juga dapat digunakan untuk mengobati traumatik. Meskipun ada banyak kontroversi tentang debriefing baik dalam literatur PTSD umum dan di dalam debriefing yang dipimpin oleh bidan. Cochrane didalam systematic reviews-nya merekomendasi-kan perlu untuk melakukan debriefing pada kasus korban -korban trauma (Rose et al, 2002). Mengenai debriefing oleh bidan, Small gagal menunjukkan secara jelas manfaatnya (Small et al., 2000). Meski begitu, Boyce dan Condon merekomen-dasikan bidan untuk melakukan debriefing pada semua wanita yang berpotensi mengalami kejadian traumatik ketika melahirkan (Boyce & Condon, 2000).
4.      Support Group Therapy dan terapi bicara.
Dalam support group therapy seluruh peserta merupakan penderita PTSD yang mempunyai pengalaman serupa (misalnya korban bencana tsunami, korban gempa bumi) dimana dalam proses terapi mereka saling menceritakan tentang pengalaman traumatis mereka, kemdian mereka sa ling member penguatan satu sama lain (Swalm, 2005). Sementara itu dalam terapi bicara memperlihatkan bahwa dalam sejumlah studi penelitian dapat membukti -kan bahwa terapi saling berbagi cerita mengenai trauma, mampu memperbaiki kondisi jiwa penderita. Den Gan berbagi, bisa memperingan beban pikiran dan ke -jiwaan yang dipendam. Bertukar cerita membuat merasa senasib, bahkan merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Kondisi ini memicu seseorang untuk bangkit dari trauma yang diderita dan melawan kecemasan (A nonim, 2005b).
5.      Pendidikan dan supportive konseling juga merupakan upaya lain untuk mengobati PTSD.
Konselor ahli mem-pertimbangkan pentingnya penderita PTSD (dan keluarganya) untuk mempelajari gejala PTSD dan bermacam treatment (terapi dan pengobatan) yan g cocok untuk PTSD. Walaupun seseorang mem-punyai gejala PTSD dalam waktu lama, langkah pertama yang pada akhirnya dapat ditempuh adalah mengenali gejala dan permasalahannya sehingga dia mengerti apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya (Anonim, 2005b).
6.      Pendekatan di Masa perang
Selama Perang Dunia II para tentara yang “lelah bertempur” seringkali ditangani dengan narkosintesis, yaitu suatu prosedur yang dapat dianggap sebagai katarsis dengan bantuan obat a la Breuer. Tentara di injeksi dengan sodium Pentothal ke dalam pembulu darah, dalam dosis yang cukup untuk menimbulkan rasa kantuk ekstrem. Terapis kemudian menyatakan dengan suara yang meyakinkan bahwa tentara tersebut sedang berada di medan perang, di garis depan. Jika diperlukan dan memungkinkan, terapis menyebutkan situasi peperangan tertentu. Pasien biasanya mulai mengingat, sering kali dengan emosi intens, kejadian-kejadian yang menakutkan yang mungkin telah terlupakan. Seringkali trauma sesungguhnya dihidupkan kembali dan bahkan diperagakan oleh pasien. Seiring pasien secara bertahap kembali ke keadaan sadar, terapis tetap mendorong pembahasan mengenai berbagai kejadian mengerikan dengan harapan bahwa pasien akan menyadari bahwa semua kejadian tersebut adalah masa lalu dan bukan lagi merupakan ancaman. Dengan cara ini diharapkan akan terjadi suatu sintesis atau kemunculan bersam, kengerian masa lalu dengan kehidupan pasien saat ini (Cameroon & Magaret, 1951)
Intervensi sedini mungkin akan menghasilkan terapi yang lebih memuaskan dan akan mencegah berkembangnya stres pasca trauma menjadi gangguan stres pasca trauma Sehingga intervensi sejak dini untuk mengatasinya sangat penting, terutama bagi perkembangan emosional anak. Intervensi tersebut dapat berupa dukungan dari orangtua, guru, teman sekolah dan lingkungan sekitarnya yang dapat menimbulkan perasaan aman dan terlindungi bagi anak-anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar